Jumat, 15 Maret 2013

Penyesalan seorang Istri

Aku dan dirinya telah menikah, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hati ku padanya.. Aku membenci dirinya, itulah yang selalu kubisikan dalam hati, sebab ini adalah pernikahan karena paksaan orang tua, membuat diriku membenci suami ku sendiri.

Dari awal menikah, sampai sekarang aku menjadi istri yang teramat manja, Aku adalah Ratu dirumah ku sendiri, tak ada yang berani melawan ku. Kulakukan segala hal sesuka hati ku. Aku selalu tergantung kepadanya, aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginan ku.

Dirumah semua orang harus mengikuti aturan ku, bila ada sedikit masalah saja, aku selalu menyalahkan suami. Aku tak suka handuknya yang basah diletakkan di tempat tidur, aku kesal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantungkan bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencet dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku berkali-kali saat aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih tidak ingin punya anak, aku tak mau mengurus anak. Awalnya suami ku mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya dia ingin aku mempunyai anak, hingga suatu hari aku lupa meminum pil KB dan meskipun ia tau, ia tidak mengingatkan ku. Aku pun hamil dan disadari setelah 4 bulan, dan dokter tidak mau untuk menguguri kandungan ku ini. Itulah kemarahanku terbesar kepada suami ku, dan bertambah marah saat aku tau aku mengandung anak kembar.

Waktu pun berlalu, anak-anak ku sudah berumur 8 tahun.Seperti biasa aku bangun lebih akhir, suami dan anak-anak ku telah menunggu ku di meja makan, suami ku yang selalu menyiapkan makanan sarapan dan mengurus anak-anak.
Sebelum ke kantor, biasanya suami ku mencium pipiku saja, tetapi kali ini berbeda, selain ia mencium pipi ku, ia memeluk ku dengan erat, sampai anak-anak ku menggoda kami dan aku pun berusaha melepaskan pelukannya. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, aku memutuskan untuk pergi ke salon, memanjakan diri semau diriku..
Setelah selesai memanjakan diri, saat aku ingin membayar, aku baru menyadari bahwa dompet ku tidak ada di tas, lalu aku menelpon suami ku dengan nada membentak, dan suami ku menjawab "Maaf sayang, kemarin aku mengambil uang mu karena anak-anak ingin jajan sedangkan aku tidak mempunyai uang kecil, aku lupa menaruh dompet mu lagi di dalam tas, aku taru dompetmu di meja kerja aku". dengan marah aku mengomelinya dengan kasar, lalu kututup telponnya. Tak lama kemudian ia menelpon ku, meskipun masi kesal aku mengangkatnya dengan setengah membentak "Apalagi ?!"

"Sayang, aku pulang sekarang, aku akan mengambil dompet mu dan mengantarkannya padamu, Sayang sekarang ada dimana ?" Tanya suami ku cepat, khawatir aku segera menutup telponnya. Aku menyebutkan nama salonnya dan tanpa menunggu jawaban dirinya aku langsung menutup telponnya. Sebenarnya aku boleh kapan saja membayar salon itu karena yang mempunyai salon adalah teman baikku, tetapi aku malu karena musuh ku ada disitu dan mendengarkan bahwa dompet ku tertinggal.

Hujan turun deras ketika aku melihat keluar dan berharap suami ku sudah sampai. Menit berlalu berubah menjadi jam, aku semakin tidak sabar dan semakin marah, akhirnya ku hubungi lagi suami ku, berkali-kali aku menghubungi tetapi tidak di angkat, tidak biasanya dia seperti itu, biasanya dia langsung mengangkat telpon ku. aku terus mencoba menelpon, dan akhirnya di angkat. Ketika suara bentakakn ku belum keluar, ku mendengar suara orang asing yang mengangkat telpon suami ku, dan berkata "Apa benar ibu istrinya bapa Hendy ?", lalu ku jawab dengan segera dan ternyata lelaki asing itu adalah polisi yang mengabari ku bahwa suami ku kecelakaan dan sekarang sudah di bawa ke rumah sakit UGD. saat itu aku terdiam dan hanya menjawab terima kasih dan aku menutup telponnya. aku berjongkok sampil menggenggam erat telpon ku, pegawai salon menanyakan kepada ku apa yang terjadi karena wajah ku pucat seputih kertas.

Entah bagaiman akhirnya aku sudah berada di rumah sakit, Ketika menunggu beberapa jam tepat ketika berkumandan adzan magrib, dokter keluar dan menyampaikan berita bahwa suami ku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu, tetapi karena serangn strokenya. Setelah mendengar pernyataan itu aku sibuk menenangkan dorang tua ku dan juga anak-anak ku tanpa sedikit pun aku tetes kan air mata dan merasa sedih.

Ketika jenazah sampai dirumah, aku duduk di hadapannya, memandang wajahnya. Kusadari baru kali ini aku memandang wajahnya yang tertampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan ku pandangi seksama. Saat itu lah dada ku sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama 10 tahun. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah pertama kali nya ku menyentuh wajahnya. tanpa ku sadari air mata telah meredang wajah ku, membuat kabur penglihatan ku, membanjirin wajahku. ku menyesal dengan apa yang ku lakukan selama ini kepadanya. Ia yang merawatku menjaga kondisi kesehatanku, sedangkan ku tak peduli sedikit ku kepadanya.
"Suami ku, maafkan diriku.. yang telah berdosa selama ini, menyia-nyiakan mu, aku istri yang tak berguna, aku hanya seorang istri yang tidak tau trima kasih.. Suami ku, aku menyesal, tolong bangun, aku tak ingin kehilangan dirimu, maafkan aku SAYAAAAANNGGG !!!!!".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar